Filsafat Islam Dilihat Dari Dua Sudut Pandang

 

    


                                                Ilustrasi Ilmu Filsafat (Dok. Greatmind.id)

Berbicara mengenai filsafat pasti banyak sekali kata yang dapat mengartikannya. Menurut Al-Farabi, filsafat adalah ilmu mengenai yang ada, yang tidak bertentangan dengan agama, bahkan sama-sama bertujuan mencari kebenaran. Sedangkan, menurut Immanuel Kant, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan tentang Tuhan, alam, dan segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi (teori pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat diketahui.

Namun, dalam pandangan Islam terdapat dua pendapat yang berbeda saat membahas tentang filsafat ini. Ada yang berpandangan boleh saja menggunakan ilmu filsafat ini asal dengan diselaraskan dengan ajaran Islam, seperti tokoh al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.


                                              Ilustrasi Ibnu Rusyd. (Dok. Hidayatullah.com)

Adapun ulama yang menentang keras ajaran filsafat karena dianggap mampu merusak akidah umat Islam, yaitu Imam Al-Ghazali. Dalam buku beliau, Tahafut Al-Falasifah (Kekacauan Pikiran Para Filsuf) berisi ancaman jika mempelajari filsafat dan penolakannya  terhadap segala bentuk pemikiran filosof metafisik non-Islam seperti Aristoteles yang tidak dilandasi dengan keyakinan akan Tuhan. 

Terdapat tiga poin utama yang ditegaskan oleh Imam Al- Ghazali dari bahayanya pemikiran filsafat, yaitu: pemikiran para filosof bahwa alam (yang dimaksud dengan alam adalah apa saja ciptaan Allah, termasuk alamul ghaib) adalah tidak bermula; Tuhan mengetahui hal-hal partikular dengan cara yang universal, dan tidak ada kebangkitan jasmani di akhirat kelak.


                                                Ilustrasi Imam Al-Ghazali. (Dok. Islami.co)


Ibnu Rusyd menyanggah kritikan dari Imam Al-Ghazali berkaitan dengan qadim-nya alam. Rusyd tidak bertentangan dengan Alquran sebab tidak ada perselisihan dalam menempatkan bahwa Allah adalah pencipta alam keseluruhan ini. Jadi, menurut filsuf, qadim-nya alam tidak sama dengan qadim-Nya Allah.

Namun, yang mereka maksudkan ialah sesuatu yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Dikarenakan penciptaan dari tiada (al-'adam) adalah mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada, tidak bisa terjadi sesuatu. Oleh sebab itu, materi asal alam ini mesti qadim. 

Ibnu Rusyd pun juga menyanggah tudingan bahwa filsuf tidak memercayai hari akhir. Sebaliknya, mereka mengakui tentang adanya hari kebangkitan. Walaupun, mereka tidak sepakat tentang interpretasi pola dan bentuknya. Sebagian mereka menganggap yang dihidupkan kelak hanya ruh.


Komentar